Jumat, 07 Juni 2013

Respon Masyarakat Terhadap Batik Sebagai Global Cultural Heritage

Respon Masyarakat Terhadap Batik Sebagai Global Cultural Heritage

Batik telah hidup dan berkembang sejak zaman raja-raja, terbukti dengan relief-relief yang terdapat pada candi-candi. Fakta tersebut dapat diangkat menjadi bukti bahwa batik sebagai budaya bangsa Indonesia. Sejak saat itu dari tahun ketahun batik terus dipertahankan dan menjadi bagian dari kebutuhan, Sehingga bati sekarang tersebar ke berbagai daerah di Indonesia. Corak dan variasi batik yang diproduksi pun disesuaikan dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah. Budaya bangsa Indonesia yang kaya dan beragam telah mendorong lahirnya berbagai variasi batik dengan ciri kekhususannya sendiri.

Karya cipta seni batik merupakan ciptaan yang dilindungi, sehingga pemegang Hak Cipta seni batik memperoleh perlindungan selama hidupnya dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah meninggal dunia (Pasal 29 ayat 1 UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta). Selama jangka waktu perlindungan tersebut, pemegang Hak Cipta seni batik memiliki hak eksklusif untuk melarang pihak lain mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya atau memeberi izin kepada orang lain untuk melakukan pengumuman dan perbanyakan ciptaan yang dipunyai tanpa mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat 1 UUHC 2002).

Hak Cipta batik tradisional yang ada dipegang oleh negara (Pasal 10 ayat 2 UUHC Tahun 2002). Hal ini berarti bahwa negara menjadi wakil masyarakat Indonesia dalam menguasai kekayaan tradisional yang ada. Perwakilan tersebut dimaksudkan untuk menghindari penguasaan atau pemilikan yang mungkin timbul di antara individu atau kelompok masyarakat tertentu. Selain itu penguasaan oleh negara menjadi penting khususnya apabila terjadi pelanggaran Hak Cipta atas batik tradisional Indonesia yang dilakukan oleh warga negara asing dari negara lain karena akan menyangkut sistem penyelesaian sengketa.

Dewasa ini, masyarakat Indonesia digemparkan oleh klaim negara tetangga atas batik. Negara tetangga yakni Malaysia, mengakui bahwa batik adalah warisan budaya yang berasal dari negaranya. Peristiwa ini menimbulkan adanya adanya dampak positif dan negatif. Dampak negatif dari hal tersebut adalah masyarakat Indonesia sebagai pemilik batik tidak menyadari atas makna keberadaan batik dalam sejarah batik Indonesia. Tidak menutup kemungkinan batik bisa berkembang di Malaysia. Kondisi tersebut akan memberikan peluang juga pada dekade ke depan generasi penerus bangsa tidak mengenal batik. Sedangkan dampak positifnya adalah advertising gratis. Secara tidak langsung hal tersebut dapat menyadarkan masyarakat Indonesia bahwa batik bukan sekedar aksesoris tetapi mempunyai kelas. Maka salah jika karena klaim tersebut masyarakat Indonesia kemudian berbondong-bondong membeli batik.

Polemik klaim Malaysia atas batik seperti yang dikemukakan di atas, juga memberikan dampak meningkatnya minat orang memakai batik. Batik menjadi tren fashion yang digemari oleh masyarakat. Selain itu munculnya tren batik didorong oleh beberapa faktor, sebagai berikut:
1. Adanya pernyataan dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik, bahwa warisan budaya dapat diapresiasikan oleh masyarakat Indonesia dengan memakai batik sebagai bagian dari aktivitas kehidupan sehari-hari.

2. Peran perancang busana yang memunculkan tren batik sehingga masyarakat menjadi lebih tertarik untuk memakai batik. Batik tengah menjadi tren fashion Tanah Air. Batik yang dulu utamanya dipakai untuk busana dan perlengkapan upacara adat atau acara resmi dan sering dipakai oleh orang tua telah mengalami perubahan image. Sekarang sudah bukan hal yang langka jika kita melihat anak muda pergi ke kampus atau jalan-jalan ke mall memakai batik sudah merupakan hal yang biasa. Batik kini telah dibuat dengan berbagai jenis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berbagai jenis batik tersedia untuk kebutuhan rumah tangga seperti penghias ruangan, lukisan dinding, alas meja, alas kasur, dan sarung bantal.

3. Kebijakan pemerintah daerah dan instansi swasta yang mewajibkan pegawainya mengenakan batik pada hari tertentu sekali dalam sepekan. Kebijakan pemerintah ini secara tidak langsung akan meningkatkan minat orang untuk berbatik.

Menanggapi hal tersebut, pemerintah Indonesia kemudian mendaftarkan batik ke dalam daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia UNESCO atau Representative List of Intangible Cultural Heritage-UNESCO. Dalam rangka menunjang perjuangan untuk mendapat pengakuan dunia, Menteri Sekretaris Negara didampingi oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata mengadakan "working luncheon" di Ruang Prambanan Hotel Sahid Jaya pada 19 Maret 2009. Acara pertemuan tersebut dihadiri oleh beberapa duta besar negara-negara sahabat yang masuk anggota Subsidiary Body UNESCO, beberapa duta besar negara-negara sahabat yang masuk anggota Intergovernmental Committee ICH UNESCO, Direktur Kantor UNESCO di Indonesia, beberapa Menteri terkait serta dari Yayasan Batik Indonesia, Wastraprema, KADIN, Dekranas, pakar batik, budayawan dan pengusaha batik.

Untuk mendapat pengakuan sebagai warisan budaya dunia, pemerintah Indonesia harus melewati proses yang panjang. Setelah melewati proses nominasi Batik Indonesia ke UNESCO, dilanjutkan dengan pengujian tertutup oleh UNESCO di Paris pada tanggal 11 sampai 14 Mei 2009. Hasilnya pada tanggal 2 Oktober 2009, UNESCO mengukuhkan batik Indonesia sebagai Global Cultural Heritage ( Warisan Budaya Dunia) yang berlangsung di Perancis. Harapan dan tujuan pemerintah dan para pihak yang terkait dengan dikukuhkannya batik ini adalah memperkuat legitimasi Indonesia dalam pengembangan batik sebagai salah satu warisan budaya.

Pengukuhan budaya suatu negara menjadi Warisan Budaya Dunia atau lebih dikenal dengan sebutan Global Cultural Heritage adalah salah satu bentuk pelaksanaan dari kegiatan The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dalam mendorong pengenalan, perlindungan, dan pemeliharaan budaya serta warisan alam dari masing-masing negara di seluruh dunia. Pengukuhan Warisan Budaya Dunia ini diatur dalam Konvensi International (The General Conference of UNESCO) yang ditandatangani di Paris pada 17- 21 November 1972 (World Heritage Convention).

Selanjutnya, Pemerintah Indonesia menetapkan 2 Oktober menjadi Hari Batik Nasional, dan mengajak masyarakat untuk memakai batik bersama. Ini dilakukan sebagai wujud kebanggaan bangsa Indonesia terhadap batik yang telah mendapat pengakuan dunia menjadi warisan budaya yang patut dikembangkan. Selain itu, hal ini membuktikan bahwa batik adalah milik Indonesia yang kaya akan nilai budaya dan filosofi bangsa Indonesia yang tinggi.

Kepedulian pemerintah dalam memperjuangkan batik Indonesia sehingga batik mendapat pengukuhan dari UNESCO, tidak terlepas dari esensi kultural dan historis batik Indonesia. Nilai budaya tak benda dari batik antara lain terkait dengan ritual pembuatan, ekspresi seni, simbolisme ragam hias, dan identitas budaya daerah. Pembuatan batik di beberapa daerah yang diawali dengan ritual khusus bertujuan untuk memberikan nilai estetika dan filosofi terhadap batik secara mendalam. Pengukuhan batik oleh UNESCO bukan semata-mata didasarkan pada batik itu sendiri tetapi lebih didasarkan pada nilai estetika yang terkandung dalam batik. Legitimasi batik sebagai Global Cultural Heritage oleh UNESCO diharapkan dapat berkontribusi positif secara multidimensi bagi masyarakat di Indonesia pada khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya.

Dalam rangka menanggapi dampak positif dari Global Cultural Heritage dan klaim Malaysia, munculah berbagai komunitas yang merevitalisasi batik. Dengan adanya revitalisasi menyebabkan di pasar-pasat tradisional, supermarket, dan butik terpajang berbagai macam corak dan desain. Revitalisasi desain ditemukan pada usia anak-anak, remaja hingga dewasa. Desain itu dapat dalam bentuk lembaran maupun pakaian jadi. Dari berbagai desain yang dipajang dapat dijangkau oleh kalangan atas dan bawah. Bagi yang ingin membuat desain sendiri dapat menggunakan lembaran batik.

Penetapan batik sebagai Global Cultural Heritage, tidak hanya berpengaruh kepada roda bisnis, tetapi juga berpengaruh terhadap geliat perajin batik di Indonesia. Dengan penetapan tersebut, pengrajin batik menjadi lebih bersemangat untuk meningkatkan kreativitas dan produktivitas dalam mempertahankan batik sejalan dengan membaiknya pasar batik Indonesia.

Secara nasional nilai produksi batik terus meningkat, terutama sejak tahun 2004. Berdasarkan data Direktorat Industri Sandang, Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah, Departemen Perindustrian, tahun 2006 nilai produksi batik Rp 2,9 triliun. Pada tahu 2007 produksi batik meningkat menjadi Rp 3,045 triliun. Penjualan busana batik mengalami peningkatan yang tinggi. Para pengusaha batik mengungkapkan bahwa angka permintaan terhadap batik meningkat terutama saat menjelang lebaran. Batik kini menjadi andalan banyak pedagang dalam berjualan karena permintaan masyarakat yang tinggi.

Greget batik yang diungkapkan di atas apakah akan terus bertahan. Inilah yang perlu dipikirkan oleh pemerintah, masyarakat, dan pengusaha batik. Greget batik ini bukan merupakan respon phobia tetapi merupakan embrio positif dan berkelanjutan. Harapan tersebut kiranya sulit diwujudkan apabila masih terdapat masyarakat yang apatis terhadap batik. Sebagai contoh dikalangan mahasiswa masih banyak yang belum memakai batik. Perbandingan antara mahasiswa yang memakai batik dan yang tidak memakai mencapai 1:100. Padahal, mahasiswa merupakan agen sosial yang dapat memikul keberlangsungan budaya batik.

Untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan batik perlu mengajak kantong-kantong sosial yang belum merespon batik agar mau mengembangkan batik. Selain itu pemerintah serta para pengusaha yang berkecimpung dalam bidang tersebut juga harus berperan aktif dalam mengembangkan batik. Pemerintah dapat memberikan kontribusi melalui kebijakan-kebijakan dan regulasi yang berkaitan mulai dari produksi batik hingga pemasaran batik. Dengan adanya campur tangan pemeritah diharapkan dapat meningkatkan kualitas batik yang dihasilkan sehingga batik Indonesia dapat menjadi salah satu komoditas
ekspor yang dapat diandalkan.

Peran pemerintah dalam mengembangkan batik perlu didukung oleh pihak-pihak lain seperti pengusaha batik dan masyarakat. Pengusaha batik berperan serta dengan cara memperbanyak relasi kerja dan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak yang sekiranya dapat membantu mengembangkan dan mempromosikan batik. Selain pihak-pihak di atas, masyarakat juga diharapkan mau memberikan kontribusi pada perkembangan batik dengan jalan mau memakai batik. Dengan demikian permintaan batik akan meningkat dan tumbuh rasa kebanggaan dan memiliki batik pada diri masyarakat Indonesia.

Kondisi di kalangan mahasiswa di atas sangat tidak mendukung upaya-upaya dari pemerintah maupun upaya yang telah digeluti oleh pengusaha batik. Hal itu selaras dengan pernyataan Mawarzi Idris, selaku anggota Yayasan Batik Indonesia, kreativitas dan inovasi harus terus dilakukan mulai dari bahan, desain hingga motif batik. Motif batik di Indonesia telah memiliki nilai estetika yang tinggi, yang perlu ditingkatkan adalah dalam mempromosikannya ke negara lain. Kuncinya ada pada konsistensi dan komitmen seluruh pihak yang mengembangkan batik sehingga batik dapat berkembang seiring dengan dinamika dan tuntutan zaman.

Usaha-usaha itu hanya menyentuh pada aspek produk belum pada aspek komsumen. Aspek-aspek produk meningkat namun aspek konsumen menurun akan menimbulkan inflasi. Dampak inflasi tersebut mengakibat phobia pada pengusaha untuk memproduksi batik.


Anda Butuh Batik Madura Yang Bagus? Kunjungi Batik Madura Online
Alamat Kantor Kami :
Toko Online Bumi Barokah
Jl. Sumber kembar Dsn. Bungbaruh Ds. Kertagena Daya Kec. Kadur Kab. Pamekasan Madura Jawa Timur 69355
HP: 085257293079 / 0817317151

Tidak ada komentar:

Posting Komentar